Laman

Minggu, 28 Desember 2014

Relevansi Kartini dan Kebaya


Hari Kartini selalu diperingati wanita dengan berkebaya, masih relevankah?

Tanggal 21 April selalu diperingati sebagai hari Kartini, tokoh emansipasi wanita. Tanggal yang diambil dari hari lahirnya ini lebih banyak diperingati dengan maraknya penggunaan kebaya. Sayangnya, rutinitas peringatan hari Kartini dengan berkebaya tanpa masih kurang disertai karya nyata. Bukti bahwa wanita bukan lagi kaum yang termarginalkan. Bahkan wanita kini sudah banyak yang lebih unggul dari pria.



Kebaya pun sebenarnya berawal dari pakaian perempuan Indonesia pada abad ke-15. Sebelum tahun 1600-an, kebaya di Pulau Jawa dianggap sebagai pakaian suci untuk dikenakan hanya oleh keluarga kerajaan dan bangsawan. Para petani masih harus bertelanjang dada. Dalam perkembangannya, kebaya banyak dipakai wanita Jawa dan hingga kini banyak dipakai pada acara resmi di seluruh Indonesia. Bahkan kebaya kini mulai mencuri perhatian dunia karena bentuknya yang membuat wanita terliahat anggun dan berkepribadian. 

Kebaya, jika ia longgar maka sangat memenuhi persyaratannya sebagai pakaian emansipasi wanita Indonesia. Sayangnya, kebaya yang digunakan sekarang, yang juga sering dipakai saat peringatan hari Kartini, justru sangat ketat, membentuk lekuk tubuh, bahkan sesak di badan. Sehingga kebaya yang dipakai membuatnya tidak bisa bergerak cepat dan lincah.

Secara filosofi, bentuk kebaya yang mengikuti lekuk tubuh mau tidak mau akan membuat wanita harus menyesuaikan dan menjaga diri. Stagen bentuknya tak ubah seperti kain panjang yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Namun justru dari bentuknya yang panjang itulah nilai-nilai filosofi luhur ditanamkan, merupakan simbol agar menjadi manusia yang sabar. Hal ini erat kaitannya dengan peribahasa jawa “dowo ususe” yang artinya “panjang ususnya” atau “sabar”.

Akibatnya, secara tidak langsung Kartini menjadi tidak identik dengan simbol emansipasi wanita Indonesia. Malah sebaliknya, simbol masih sulitnya wanita bergerak dan berjuang.

Hari Kartini lebih baik tidak usah diperingati jika hanya dengan berkebaya. Tapi menjadi harus diperingati jika penggunaan kebaya tersebut disertai dengan bukti nyata bahwa wanita yang menggunakannya memang bermartabat, pantas mendapat kesempatan yang sama dengan pria, dan bukan makhluk kelas dua.  

=================================================================

Pejuang Wanita Sebelum Kartini

Kartini dikenal sebagai pejuang harkat, martabat, dan hak-hak wanita Indonesia. Kala itu, wanita Indonesia tidak memperoleh kesempatan pendidikan seperti halnya pria. Kala itu, wanita Indonesia masih diperlakukan sebagai warga kelas dua. Kala itu, wanita Indonesia tabu mengenal politik apalagi sampai turun ke jalan.


Sebelumnya sudah ada pejuang pergerakan wanita di Indonesia, yaitu Dewi Sartika. Nama Dewi Sartika kalah harum dengan R.A Kartini karena Dewi Sartika bukan berasal dari kalangan ningrat. Tidak seperti kebanyakan wanita Indonesia saat itu, R.A Kartini yang ningrat tetap mendapatkan kesempatan belajar meski hanya di rumah. Bahkan jauh sebelum R.A Kartini lahir, sudah ada Sayyidah Aisyah yang dikenal dengan kecerdasan dan ketangkasannya. 

Tidak ada komentar: